“Yang adalah saat minggu tenang. Di mana di situ banyak terjadi adanya, mungkin namanya minggu tenang, tapi kadang justru di minggu tenang itu tidak tenang. Justru banyak mobilisasi yang di situlah peran intelijen. Ada intimidasi, misinformasi, maupun money politics,” terangnya.
Fase ketiga menurutnya saat penetapan calon. Saat itu, menurutnya, sangat berpotensi adanya sengketa hasil Pilkada dan menimbulkan sengketa calon peserta Pilkada.
“Dari beberapa fase tersebut, BIN memetakan adanya beberapa ancaman, tantangan, hambatan maupun gangguan. Di antaranya dari faktor eksternal, yaitu masalah radikalisme masih menjadi ancaman kita semua. Tentunya, kita jangan mengabaikan adanya tangan-tangan invisible yang mengganggu terhadap pelaksanaan Pilkada,” bebernya.
Terorisme juga menurutnya juga masih menjadi ancaman, meski saat ini tidak terlalu tinggi. Selain itu, masalah siber menjadi perhatian bersama, seperti berita bohong.
“Gangguan yang saya temukan di masyarakat yaitu black campaign, netralitas ASN. Ini juga menjadi gangguan yang akan berpotensi. Jual beli surat suara, penggelembungan suara, money politics maupun bentrok antar pendukung,” imbuhnya.
Herindra mengatakan hampir semua wilayah di Indonesia rawan terhadap ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan.
“Tapi saya yakin Pilkada ini karena sudah sering dilakukan. Ini menjadi tanggung jawab kita semua sebagai ASN untuk mencegah terjadinya konflik,” pungkasnya.(**)
Sumber : “Kepala BIN Wanti-wanti Minggu Tenang Pilkada: Kadang Justru Tak Tenang” selengkapnya https://news.detik.com/pilkada/d-7627571/kepala-bin-wanti-wanti-minggu-tenang-pilkada-kadang-justru-tak-tenang.