
FAKTA KALTENG – Pada sidang terbuka perkara dugaan tindak pidana politik uang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Muara Teweh terdapat sesi mendengarkan keterangan saksi ahli atau pakar.
Para pengacara terdakwa di sidang ini menghadirkan seorang saksi ahli jebolan universitas di Malaysia yang kini mengajar sebagai dosen tetap di Universitas Indonesia dan memiliki jam terbang mengikuti studi terkait hukum di beberapa negara di luar negeri, yaitu Prof. Topo Santoso, SH, MH (14/4/2025). Dilansir dari Kalimantanlive.com
Jubendri Lusfernando sebelumnya tampak sangat bersemangat ingin mendapatkan keterangan dari sang guru besar yang tampak sangat diandalkannya itu.
Saksi ahli lebih dahulu menjawab pertanyaan Jubendri mengenai barang bukti yang berbeda waktu antara kejadian pertama dan kedua.
“Misalnya kejadian pertama kejadiannya pagi kemudian kejadian kedua siang pukul 13 ditemukan barang bukti, sementara terdakwa tidak dibawa untuk melihat barang bukti apakah bisa digabung atau dipisah antara dua Tempus seperti ini?” tanya Juben.
Saksi ahli menjawab, apabila bersamaan waktunya pelaku dan barang bukti ditemukan lebih bisa dijamin tingkat kemurnian dan validitasnya.
“Sedangkan apabila sudah terpisah waktunya bisa terjadi pencemaran terhadap suatu barang bukti,” jawab Topo.
Saksi ahli juga tidak membenarkan penggerebekan yang dilakukan oleh pihak yang bukan aparat penegak hukum.
Pertanyaan Juben berikutnya perihal terdakwa yang dituduh pemberi money politic tetapi tidak mengakui melakukannya sedangkan penerimanya mengakui.
Maka dijawab oleh saksi ahli, bila dalam satu kejadian yang sama, maka itu tidak mungkin terjadi. Berarti harus ada salah satu yang salah di antara keduanya.
Juben menanyakan lagi tentang tidak adanya pihak yang melihat diantara seluruh saksi adanya pemberian dan penerimaan uang.
Dijawab oleh saksi ahli, harus dilakukan cek lebih dahulu seharusnya, apakah memang terjadi kejadiannya, dan memang terjadi fakta-faktanya.
“Apakah memang terjadi pemberian, apakah ada orang si A memberikan sesuatu kepada si B ada tidak buktinya,” jawab saksi ahli.
Giliran Jaksa Penuntut Umum berbicara kepada saksi ahli. Ia menerangkan duduk kejadian penggerebekan dari awal. Mulai dari penggerebekan, aparat datang, aparat membawa pelaku dan rumah disegel dengan dipaku dan dijaga petugas. Lalu Gakkumdu datang beberapa jam saja setelahnya untuk menggeledah.
Kemudian Jaksa menerangkan dan minta pendapat saksi ahli tentang specimen surat suara dimana hanya tampak satu Paslon saja, sedangkan Paslon satunya tidak ada.
“Yang satunya hanya blur, siluet,” kata Jaksa.
Disini saksi ahli menjawab tidak tahu arah dari pertanyaan ini.
Sebagai sekadar tambahan, pembuatan specimen surat suara pada masa menjelang PSU dapat menjadikan sebuah tanda tanya besar untuk kepentingan apa. Jika dimaksud untuk kepentingan Kampanye sedangkan kampanye tidak ada pada masa PSU, Pertanyaannya tetap untuk apa?
Saksi ahli pakar sejak awal banyak menjelaskan tentang berbagai macam teori dan filsafat hukum, serta pasal tentang hukum hingga perbandingan hukum Indonesia dengan di luar negeri, juga KUHP. Maka berikutnya Jaksa menanyakan mengenai KUHP.
“Karena prof sudah menyentuh KUHP maka saya masuk satu persatu. Dalam KUHP ada Pasal 111 prof, mungkin bisa ahli jelaskan terkait ini prof,” pinta Jaksa.
Pertanyaan ini beberapa saat seperti terjeda karena diduga ada gangguan sinyal. Beberapa saat tidak ada tanggapan dari saksi ahli. Sampai akhirnya saksi ahli mulai muncul kembali suaranya dalam zoom itu.
“Saya tidak hapal semua isi KUHP,” jawabnya.
Akhirnya dijelaskan oleh Jaksa, dalam pasal 111 KUHP diatur tentang dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan wajib menangkap tersangka guna diserahkan beserta, atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
Dari penjelasan Jaksa di atas, kalimat “dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak” dan kalimat “menangkap tersangka guna diserahkan beserta, atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik” telah secara tidak langsung menjawab tentang peristiwa penggerebekan.
Dalam dialog tanya jawab meminta keterangan tersebut Jaksa juga meminta tanggapan tentang Pasal 189 ayat 3 yang menyatakan bahwa, keterangan terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri. Disini saksi ahli tidak banyak memberikan penjelasan.
Selanjutnya yang agak sedikit membuat hadirin diluar sidang tersenyum, mengenai Jaksa yang bertanya terkait keharusan melihat kejadian tindak pidana. Maka dianalogikan Jaksa dengan perbuatan perzinahan yang tidak dilihat saat melakukannya.
Kesamaan Jaksa dan Saksi ahli dalam pembicaraan ini adalah pada adanya dua alat bukti ditambah keyakinan Hakim sebagai penentu akhir persidangan.
Sumber : Kalimantanlive.com